Beranda | Artikel
Karamah dari Ashim bin Tsabit dan Khubaib
Kamis, 29 September 2022

Kali ini kita pelajari karamah dari wali Allah yang lainnya yaitu ‘Ashim bin Tsabit dan Khubaib.

 

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Ad-Da’awaaat (16. Kitab Kumpulan Doa)

بَابُ كَرَامَاتِ الأَوْلِيَاءِ وَفَضْلِهِمْ

Bab 253. Karamah para Wali dan Keutamaan Mereka

Hadits #1509

Karamah dari ‘Ashim bin Tsabit dan Khubaib

 وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – قَالَ : بعث رسول الله – صلى الله عليه وسلم – عَشْرَة رَهْطٍ عَيْناً سَرِيَّة، وأمَّرَ عَلَيْهَا عاصِمَ بنَ ثَابِتٍ الأنْصَارِيَّ – رضي الله عنه – ، فانْطلقوا حَتَّى إِذَا كَانُوا بالهَدْأةِ ؛ بَيْنَ عُسْفَانَ وَمَكَّةَ ؛ ذُكِرُوا لِحَيٍّ مِنْ هُذَيْل يُقالُ لَهُمْ : بَنُو لحيانَ ، فَنَفَرُوا لَهُمْ بِقَريبٍ مِنْ مِئَةِ رَجُلٍ رَامٍ ، فَاقْتَصُّوا آثَارَهُمْ ، فَلَمَّا أحَسَّ بِهِمْ عَاصِمٌ وأصْحَابُهُ ، لَجَأُوا إِلَى مَوْضِعٍ ، فَأَحاطَ بِهِمُ القَوْمُ ، فَقَالُوا : انْزِلُوا فَأَعْطُوا بِأيْدِيكُمْ وَلَكُمُ العَهْدُ وَالمِيثَاقُ أنْ لا نَقْتُلَ مِنْكُمْ أحَداً . فَقَالَ عَاصِمُ بنُ ثَابِتٍ : أَيُّهَا القَوْمُ ، أَمَّا أنا ، فَلاَ أنْزِلُ عَلَى ذِمَّةِ كَافِرٍ : اللَّهُمَّ أَخْبِرْ عَنَّا نَبِيَّكَ – صلى الله عليه وسلم – ، فَرَمُوهُمْ بِالنّبْلِ فَقَتلُوا عَاصِماً ، وَنَزَلَ إلَيْهِمْ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ عَلَى العَهْدِ والمِيثاقِ، مِنْهُمْ خُبَيْبٌ، وَزَيدُ بنُ الدَّثِنَةِ وَرَجُلٌ آخَرُ. فَلَمَّا اسْتَمْكَنُوا مِنْهُمْ أطْلَقُوا أوْتَارَ قِسِيِّهِمْ ، فَرَبطُوهُمْ بِهَا . قَالَ الرَّجُلُ الثَّالِثُ : هَذَا أوَّلُ الغَدْرِ واللهِ لا أصْحَبُكُمْ إنَّ لِي بِهؤُلاءِ أُسْوَةً ، يُريدُ القَتْلَى ، فَجَرُّوهُ وعَالَجُوهُ ، فأبى أنْ يَصْحَبَهُمْ ، فَقَتَلُوهُ ، وانْطَلَقُوا بِخُبَيبٍ ، وزَيْدِ بنِ الدَّثِنَةِ ، حَتَّى بَاعُوهُما بِمَكَّةَ بَعْدَ وَقْعَةِ بَدْرٍ ؛ فابْتَاعَ بَنُو الحارِثِ بن عامِرِ بنِ نَوْفَلِ بنِ عبدِ مَنَافٍ خُبيباً ، وكان خُبَيْبٌ هُوَ قَتَلَ الحَارِثَ يَوْمَ بَدْرٍ . فَلِبثَ خُبَيْبٌ عِنْدَهُمْ أسيراً حَتَّى أجْمَعُوا عَلَى قَتْلِهِ ، فاسْتَعَارَ مِنْ بَعْضِ بَنَاتِ الحَارثِ مُوسَى يَسْتَحِدُّ بِهَا فَأعَارَتْهُ ، فَدَرَجَ بُنَيٌّ لَهَا وَهِيَ غَافِلَةٌ حَتَّى أَتَاهُ ، فَوَجَدتهُ مُجْلِسَهُ عَلَى فَخْذِهِ وَالموسَى بِيَدِهِ ، فَفَزِعَتْ فَزْعَةً عَرَفَهَا خُبَيْبٌ . فَقَالَ : أَتَخَشَيْنَ أن أقْتُلَهُ مَا كُنْتُ لأَفْعَلَ ذَلِكَ ! قالت : واللهِ مَا رَأيْتُ أسيراً خَيراً مِنْ خُبَيْبٍ ، فواللهِ لَقَدْ وَجَدْتُهُ يَوماً يَأكُلُ قِطْفاً مِنْ عِنَبٍ في يَدِهِ وإنَّهُ لَمُوثَقٌ بِالحَدِيدِ وَمَا بِمَكَّةَ مِنْ ثَمَرَةٍ ، وَكَانَتْ تَقُولُ : إنَّهُ لَرِزْقٌ رَزَقَهُ اللهُ خُبَيْباً . فَلَمَّا خَرَجُوا بِهِ مِنَ الحَرَمِ لِيَقْتُلُوهُ في الحِلِّ، قَالَ لَهُمْ خُبَيْبٌ : دَعُونِي أُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ ، فَتَرَكُوهُ ، فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ : واللهِ لَوْلاَ أنْ تَحْسَبُوا أنَّ مَا بِي جَزَعٌ لَزِدْتُ : اللَّهُمَّ أحْصِهِمْ عَدَداً ، وَاقْتُلهُمْ بِدَدَاً ، وَلاَ تُبْقِ مِنْهُمْ أَحَداً . وقال :

فَلَسْتُ أُبَالِي حِيْنَ أُقْتَلُ مُسْلِماً

عَلَى أيِّ جَنْبٍ كَانَ للهِ مَصْرَعِي

وَذَلِكَ في ذَاتِ الإلَهِ وإنْ يَشَأْ

يُبَارِكْ عَلَى أوْصَالِ شِلْوٍ مُمَزَّعِ

وكان خُبَيبٌ هُوَ سَنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ قُتِلَ صَبْراً الصَّلاَةَ . وأخْبَرَ – يعني : النبيّ – صلى الله عليه وسلم – – أصْحَابَهُ يَوْمَ أُصِيبُوا خَبَرَهُمْ ، وَبَعَثَ نَاسٌ مِنْ قُرَيْشٍ إِلَى عَاصِمِ بنِ ثَابتٍ حِيْنَ حُدِّثُوا أَنَّهُ قُتِلَ أن يُؤْتَوا بِشَيءٍ مِنْهُ يُعْرَفُ ، وكَانَ قَتَلَ رَجُلاً مِنْ عُظَمائِهِمْ ، فَبَعَثَ الله لِعَاصِمٍ مِثْلَ الظُّلَّةِ مِنَ الدَّبْرِ فَحَمَتْهُ مِنْ رُسُلِهِمْ ، فَلَمْ يَقْدِروا أنْ يَقْطَعُوا مِنْهُ شَيْئاً . رواه البخاري .

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus sepuluh orang untuk bergerilya sebagai mata-mata. Beliau mengangkat ‘Ashim bin Tsabit Al-Anshari radhiyallahu ‘anhusebagai pimpinan pasukan. Mereka pun berangkat. Setelah tiba di Al-Had’ah (sebuah tempat antara ‘Usfan dan Makkah), kegiatan mereka pun tercium oleh sekelompok penduduk perkampungan Hudzail bernama Bani Lihyan. Akhirnya, mereka dikejar dengan kekuatan sekitar seratus pasukan pemanah yang membuntuti jejak mereka. Setelah ‘Ashim dan sahabat-sahabatnya merasa dibuntuti musuh, mereka pun berlindung di sebuah tempat, hingga akhirnya, mereka dikepung oleh pasukan musuh.

Mereka (musuh) berkata, “Turun dan menyerahlah! Kalian pasti akan terlindungi dengan perjanjian bahwasanya kami tidak akan membunuh seorang pun.” ‘Ashim bin Tsabit berkata, “Hai, kaum, aku tidak akan turun untuk berlindung kepasa seorang kafir! Ya Allah, kabarkanlah kepada Nabi-Mu shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keadaan kami.” Pasukan musuh pun mulai melesatkan panah hingga berhasil membunuh ‘Ashim. Kemudian, tiga orang lainnya turun melakukan perjanjian damai: Khubaib, Zaid bin Ad-Datsinah, dan seorang laki-laki lain.

Setelah tertangkap, mereka melepaskan tali busur lalu mengikatkannya kepada ketiga tawanan itu. Orang ketiga berkata, “Ini adalah awal kelicikan. Demi Allah, aku tidak mau berteman dengan kalian. Sudah cukup bagiku para korban ini sebagai contoh.” Ia pun diseret dan disiksa, tetapi ia tetap tidak mau berteman dengan mereka, hingga akhirnya, mereka membunuhnya. Kemudian, mereka pun membawa Khubaib dan Zaid bin Ad-Datsinah lalu menjualnya di Makkah setelah peristiwa Perang Badar. Khubaib dibeli oleh Bani Al-Harits bin ‘Amir bin Naufal bin Abdi Manaf. Pada waktu Perang Badar, Khubaib-lah orang yang membunuh Al-Harits.

Khubaib radhiyallahu ‘anhu tinggal bersama mereka sebagai seorang tawanan hingga mereka sepakat untuk membunuhnya. Suatu hari Khubaib meminjam pisau dari salah seorang putri Al-Harits untuk bercukur. Ketika putri Al-Harits ini dalam keadaan lengah, tiba-tiba anaknya yang masih kecil merangkak ke arah Khubaib, lalu ia dudukkan di pangkuannya, sedang Khubaib memegang pisau di tangannya. Putri Al-Harits pun sangat kaget hingga Khubaib mengetahuinya. Khubaib berkata, “Apakah kamu takut kalau aku membunuhnya? Aku tidak akan melakukan hal itu.” Putri Al-Harits kemudian mengatakan, “Demi Allah, aku tidak pernah melihat tawanan sebaik Khubaib. Demi Allah, aku pernah mendapatinya memakan setandan buah anggur di tangannya, padahal ketika itu tubuhnya diikat dengan besi, sementara di Makkah pun pada waktu itu tidak terdapat buah-buahan.” Putri Al-Harits kembali berkata, “Sungguh, itu benar-benar rezeki yang telah Allah berikan kepada Khubaib.”

Setelah mereka membawanya pergi keluar dari tanah haram untuk membunuhnya di tanah halal, Khubaib berkata kepada mereka, “Biarkan aku mengerjakan shalat dua rakat terlebih dahulu.” Mereka pun membiarkannya. Setelah mengerjakan shalat dua rakaat, ia berkata, “Demi Allah, kalau bukan karena khawatir kalian mengiraku takut (bersedih), tentu saja aku akan menambahnya (lebih dari dua rakaat). Ya Allah, hitunglah jumlah mereka satu per satu, bunuhlah mereka secara terpisah-pisah, dan jangan sisakan di antara mereka seorang pun.” Selanjutnya ia bersenandung:

Aku tidak peduli ketika dibunuh sebagai seorang muslim dalam keadaan apa pun. Kematianku hanyalah untuk Allah. Itulah hak Dzat Allah. Jika Allah mau, niscaya Allah akan memberkahi semua anggota tubuh yang terpotong-potong.

Khubaib adalah orang pertama yang mempelopori shalat dua rakaat bagi seorang muslim yang akan dibunuh setelah ditahan (di luar peperangan). Pada hari kejadian itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahu sahabat-sahabatnya tentang hal tersebut. Sementara itu, setelah mendengar berita ini, beberapa orang dari kaum Quraisy diutus untuk mengambil sebagian anggota tubuh ‘Ashim yang mudah dikenal karena dulu ia pernah membunuh seorang pemuka Quraisy. Untuk menyelamatkan jenazah ‘Ashim, Allah mengutus lebah jantan seperti awan yang melindunginya dari gangguan utusan kaum Quraisy sehingga mereka tidak dapat memotong sedikit pun dari anggota tubuh ‘Ashim.” (HR. Bukhari) [Fath Al-Bari, 7:378-379]

 

Faedah hadits

  1. Seorang pemimpin wajib mengirim mata-mata atau spionase untuk mencari berita tentang keadaan musuh serta mengetahui gerakan serta membongkar rahasia mereka.
  2. Tawanan perang boleh menolak jaminan keamanan walaupun harus dibunuh secara sadis lantaran harus menjalankan hukum sebagai orang kafir. Hal ini apabila ia ingin mengambil hukum ‘azimah (hukum asal), tetapi jika ia hendak mengambil hukum rukhshah (keringanan), makai a boleh meminta jaminan keamanan.
  3. Orang-orang musyrik memiliki sifat yang suka curang dan menipu. Mereka tidak mempunyai hak melakukan ikatan perjanjian. Mereka tidak memelihara hubungan dengan orang-orang mukmin dan tidak mengindahkan perjanjian dengan mereka.
  4. Memenuhi janji terhadap orang-orang musyrik dan menjauhkan diri untuk tidak membunuh anak-anak mereka.
  5. Bersikap lembut kepada orang yang hendak dibunuh.
  6. Penegasan adanya karamah para wali. Hal ini terlihat dalam beberapa hal, yaitu: (a) Allah mengabarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keadaan mereka (para wali-Nya); (b) Allah melindungi ‘Ashim bin Tsabit dari usaha orang-orang kafir yang mereka itu hendak menghancurkan kehormatannya dengan memotong-motong tubuhnya; (c) Allah merealisasikan janjinya kepada ‘Ashim. Allah memenuhi janji-Nya, bahwa ia tidak tersentuh oleh seorang musyrik, dan ia tidak menyentuh seorang musyrik selama-lamanya. Allah pun merealisasikan janji itu untuknya. Umar berkata sewaktu berita itu sampai kepadanya, “Allah menjaga hamba-Nya yang beriman setelah ia meninggal, sebagaimana Allah menjaganya ketika ia masih hidup.”; (d) Allah menurunkan kepada Khubaib rezeki yang tidak terdapat di kota Makkah ketika itu.
  7. Boleh mendoakan orang-orang musyrik dengan kehancuran secara menyeluruh.
  8. Boleh mengerjakan shalat ketika menjalankan eksekusi mati, agar shalat itu menjadi akhir perbuatan yang dilakukan oleh orang yang hendak menemui Rabbnya.
  9. Boleh mengucapkan untaian syair pada saat hendak menjalankan eksekusi mati. Hal itu menunjukkan kuatnya keyakinan Khubaib dan keteguhannya dalam berpegang kepada agamanya.
  10. Penetapan bahwa Allah Ta’ala mempunyai Dzat, sebagaimana di dlaam untaian syair Khubaib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengakuinya.
  11. Hadits ini menunjukkan bahwa Allah menguji hamba-Nya sesuai kehendak-Nya, sebagaimana pengetahuan Allah terdahulu, untuk membalasnya dengan pahala. Jika Allah berkehendak untuk tidak melakukan hal tersebut, maka Allah tidak melakukannya.
  12. Hadits ini menunjukkan diterimanya doa seorang mukmin. Allah memuliakannya semasa hidup dan setelah kematiannya. Hadits-hadits sahih dalam bab ini banyak sekali dan telah disebutkan sebelumnya pada tempatnya masing-masingh di dalam kitab Riyadh Ash-Shalihin ini, antara lain: (a) hadits tentang seorang pemuda yang mendatangi rahib dan tukang sihir, hadits ke-30 pada Bab “Sabar”; (b) hadits tentang Juraij, hadits ke-259, Bab “Keutamaan kaum lemah dan para fakir miskin dari kalangan kaum muslimin.”; (c) hadits tentang tiga penghuni gua yang pintunya tertutup oleh batu besar, hadits ke-12, Bab “Ikhlas dan Menghadirkan Niat.”; (d) hadits tentang seorang laki-laki yang mendengar suara di tengah-tengah awan, yang berkata, “Siramlah kebun si Fulan”, hadits ke-562, Bab “Kemurahan, Kedermawanan, dan Infak di Jalan Kebaikan.”

 

Referensi:

  • Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:547-551.

Ditulis saat perjalanan Panggang – Jogja, 3 Rabiul Awal 1444 H, 29 September 2022

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/34749-karamah-dari-ashim-bin-tsabit-dan-khubaib.html